Pihak Kepala Dinas Pendidikan Palu, pecat Kepala SMKN 2 diduga Pungli.

Sulawesi, postbantennews.com

Pihak sekolah mulai merampas kemerdekaan anak sekolah, hal ini membuktikan bahwa sekolah terlalu banyak anggaran fiktip untuk menarik dana dari orang tua murid, SMKN 2 Palu, Sulawesi Tengah, kamis (30/01).

Hal ini terbukti ada lagi pihak sekolah membebankan uang kursus bahasa sebesar Rp 250.000,- ini bentuk pihak sekolah terjadi pungutan liar (Pungli).

Pihak siswa juga mempunyai hak, pihak sekolah tak boleh sewenang-wenang mengeluarkan tampa ada dasar yang jelas.

Dalam hal ini pihak Kepala Sekolah bisa melanggar undang-undang dasar 1945 tentang pendidikan.

Menurut, Dalam Pasal 28 UUD 1945 (dari Pasal 28A s.d Pasal 28J UUD 1945), diterangkan bahwa setidaknya ada 10 hak mendasar yang melekat pada manusia.

Adapun beberapa hak mendasar atau hak asasi manusia di Indonesia, antara lain hak untuk hidup, hak untuk berkeluarga, hak untuk berkomunikasi, hingga hak untuk mendapatkan pendidikan

“Kami minta pada Walikota dan melalui Kepala Dinas Pendidikan Kepala Sekolah di pecat”, katanya Samsudin, SH,.MH aktivis Hukum di jakarta.

Menurut dia, bahwa kepala sekolah sudah menentang UUD 1945 tentang pendidikan, bahwa Seorang siswi SMKN 2 Kota Palu bernama Alya Anggriani dikeluarkan dari sekolah.

Ia dikeluarkan karena protes soal pungutan kursus Bahasa Inggris senilai Rp250 ribu yang dikenakan pihak sekolah.

Sebelum dikeluarkan dari sekolah, Alya Anggriani juga diberhentikan dari posisinya sebagai Ketua OSIS di SMKN 2 Palu.

Saat itu, Alya Anggraini bersama pengurus OSIS dipanggil oleh pihak sekolah untuk meminta maaf untuk pertama kalinya.

Pada 24 Oktober 2024, puluhan siswa-siswi SMKN 2 Palu melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Sulteng.

Lalu pada 8 Januari 2025, Alya Anggraini dipanggil lagi untuk menghadiri rapat konsolidasi pengurus OSIS, dikutip tribunnews.com.

“Kami minta pada Kepala Dinas Pendidikan agar kepala sekolah di periksa dana bosnya, agar tidak tumpang tindih bantuan pusat dan daerah”, katanya Rahman (45) warga.

Kata dia, kalau pihak kepala sekolah ingin cepat kaya, cepat punya mobil, jangan di sekolah, kalau bisa ia pengusaha.

“Namanya sekolah tidak kaya, kalau tidak korupsi”, tuturnya.

(dono / haris)

Array
Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *