Kupang, postbantennews.com
Pihak pemerintah kota Kupang masih mengunakan tangan besi, dan masyarakat tidak ajak koordinasi dan tidak ada hasil kesepakatan, timbulnya mengunakan kekuasaan, Selasa (17/05)
Sebelum bangun mendung raksasa itu, setidaknya harus ada kesepakatan dalam membangun, karena yang di gunakan lahan masyarakat untuk hidup.
“Jika pemerintah, tidak ada hasil rapat dan koordinasi dengan masyarakat akan membuat dampak pada mata pencarian mereka”, kata Dina Anggraeni, SH Aktifis
Dina Anggraini mengatakan, Pemkot Kupang ada persosip dengan masyarakat setempat, jika tidak ini adanya rencana korupsi.
“Apalagi yang di bangun tempat daerah ladang dan sawah, harus ada konpisasi, tidak boleh sepihak. Jika tidak ada koordinasi antar warga, Walikota asal bangunan Bendungan, Masyarakat kecewa Kolhua, wajar”, katanya Dina
Menurut Nurhayati (34), Masyarakat Desa Kolhua, kota Kupang provinsi Nusa Tenggara Timur, sepakat dan meminta pemerintah pusat dan daerah untuk menghentikan rencana pembangunan bendungan yang ada di desa mereka. Permintaan tersebut di sampaikan oleh masyarakat dan ketua kelompok tani desa Kolhua, ‘Yosep Bistolen’ serta para tetua Desa, seperti yang dikutip dari KatongTV.com
“Ke khawatiran masyarakat tersebut bukan tanpa sebab. Pasalnya, warga yang notabene nya bertani dan beternak hewan di khawatirkan akan kehilangan lahan pertanian nya. Sudah dikelolah oleh warga asli di desa Kolhua dari turun temurun dan sudah menjadi mata pencarian mereka sehari hari untuk mencukupi kebutuhan keluarga mereka”, katanya Nurhayati warga
Menurut Yunus, Rencana pembangunan bendungan di desa Kolhua tersebut hingga kini sangat meresahkan warga. Keresahan warga tersebut semakin menjadi, karena tidak ada perhatian serius yang diberikan pemerintah kota Kupang atas jaminan ke terlangsungan pertanian masyarakat Kolhua yang luasnya lahan nya mencapai 50 hektar.
“Jelas dampak lingkungan sangat beresiko bagi warga didini. Karena kondisi tanah rentan terkena bencana alam, akubat pengaruh iklim cuaca dan kondisi tanah yang ada di desa sangat labil dan sering erosi atau longsor,” kata Yunus Bistolen, ketua kelompok Tani Desa Kolhua.
Lebih jauh di sampaikan Yunus,” mereka jangan berharap agar pemerintah membangun bendungan, dan agar menghapus program mereka, karena masyarakat sangat terganggu atas program pembangunan bendungan tersebut.
“Solusi yang paling menguntungkan kami, hapus segala program pembangunan bendungan. Karena melihat kebutuhan warga sekitar yang bergantung kepada lahan pertanian yang luasnya mencapai 50 hektar, jadi jangan berharap untuk membangun bendungan ini, ketika kamu mengganggu kami jadi terganggu, jadi jelas kita menolak,” ujarnya.(15/05/2022).
Sementara itu walikota kota kupang, ‘Jefri Riwu Kore’ saat ditemui wartawan diruang kerjanya, dengan gamblang memberikan penjelasan. Bahkan tanpa beban dirinya melempar persoalan masyarakat Kolhua tersebut ke pemerintah pusat dan gubernur NTT. Dan menyebut, hanya satu dua orang saja warga bersuara keras yang melakukan penolakan pembangunan bendungan tersebut.
“Jadi nanti kalau semuanya sudah terbangun pasti penuh dengan air bersih. Dan nanti air bersih sumbernya dari Kolhua dan itu cukup membantu, sementara untuk saat ini air bersih masih cukup. Terkait penolakan warga untuk pembangunan bendungan itu, tidak ada urusan dengan kita.
“Untuk pembangunan bendungan, itu program pemerintah pusat dan sudah disetujui oleh gubernur, dan kami pemerintah kota kupang hanya mensosialisasi kan kepada masyarakat. Dan kami lihat, penolakan itu hanya berapa orang saja yang menolak dan bersuara keras. Menurut saya, justru yang lebih setuju lebih banyak, jadi nanti kita serahkan kepada bapak Gubernur,” tandas walikota Kupang.
Atas sikap walikota Kupang tersebut, berbagai kecaman dan kritikan keras dilontarkan masyarakat, khususnya masyarakat Desa Kolhua. Mereka berharap, agar walikota tidak bersikap seperti itu, yang dinilai lempar batu sembunyi tangan dan tidak pro rakyatnya, yang nyatanya saat ini dilanda kecemasan.
(Sabar/Henry/postn)