
Pemerintah Malaysia melalui Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin meminta Indonesia memulangkan tenaga kerja
Jakarta, postbantennews.com
Pemerintah Malaysia melalui Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin meminta Indonesia memulangkan tenaga kerja yang datang ke Negeri Jiran secara ilegal.
Permintaan itu diutarakan Muhyiddin saat menemui Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, dalam lawatan luar negeri perdananya sebagai perdana menteri pada Jumat (5/2).
“Berhubungan dengan aturan deportasi dan repatriasi pekerja migran Indonesia (PMI), saya ingin menyampaikan penghargaan kepada Presiden Jokowi karena sudah mudahkan proses deportasi PMI yang bekerja tidak sah di Malaysia,” kata Muhyiddin dalam pernyataan pers bersama Jokowi usai melakukan pertemuan bilateral.
“Saya memohon kepada bapak Presiden supaya seluruh perwakilan RI di Malaysia dapat mewar-warkan Program Rekalibrasi Tenaga Kerja (PRTK), atau pemutihan, dan amnesty untuk mereka (WNI) pulang dan program rekalibrasi yang sedang berlangsung hingga Juni mendatang,” paparnya
Muhyiddin menambahkan. Dalam kesempatan itu, Muhyiddin juga meminta kerja sama Indonesia “untuk meningkatkan upayanya memastikan WNI yang ingin bekerja dan datang ke Malaysia melalui saluran yang sah dan resmi.“
Selama ini, Malaysia memang menjadi salah satu destinasi favorit TKI untuk bekerja. Menurut data Kementerian Ketenagakerjaan malaysia, ada sekitar 4 juta TKI yang mengadu nasib di Negeri Jiran per 2020 lalu. Dari jumlah itu, setidaknya hanya 1,3 juta TKI yang datang dan bekerja secara legal di Malaysia. (beriyanto/henri/pn)
Related Posts
putra Cristiano Ronaldo meninggal, mudah-mudahan jangan susu kaleng
HEBOH!!KABAR PEMAIN THAILAND MEMAKAI DOPING DAN TERANCAM DIDISKUALIFIKASIKAN DI PIALA AFF 2022 BENARKAH..? MARI CEK FAKTANYA
Kimi Pembalap Mercedes Lewis Hamilton dan pembalap Red Bull Max Verstappen, kini pembalat andalan Formula One F1
Pasukan keamanan Irak memeriksa lokasi ledakan di Basra, Irak,
Remcana Investasi itu akan di arahkan pada indutri dan SDM yang sistim Global International.
No Responses